Terima Kasih

Terima kasih atas waktu luang anda membaca tulisan ini,... semoga ada manfaatnya....

Yang Mengikuti,....

04 Desember 2008

Merajut Tali Kesabaran Dalam Berkeluarga

Pada zaman Khalifah Al-Manshur, salah seorang menterinya, Al-Ashma'i,melakukan perburuan. Karena terlalu asyik mengejar hewan buruan, ia terpisah dari kelompoknya dan tersesat di tengah padang sahara.
Ketika rasa haus mulai mencekiknya, di kejauhan ia melihat sebuah kemah.
Terasing dan sendirian. Ia memacu kudanya ke arah sana dan menemukan penghuni yang memukau: wanita muda dan jelita. Ia meminta air. Wanita itu berkata, "Ada air sedikit, tetapi aku persiapkan hanya untuk suamiku. Ada sisa minumanku. Kalau engkau mau, ambillah".
Tiba-tiba wajah wanita itu tampak siaga. Ia memandang kepulan debu dari kejauhan. "Suamiku datang," katanya. Wanita itu kemudian menyiapkan air minum dan kain pembersih. Lelaki yang datang itu lebih mudah disebut "bekas manusia".
Seorang tua yang jelek dan menakutkan. Mulutnya tidak henti-hentinya menghardik istrinya. Tidak satu pun perkataan keluar dari mulut perempuan itu. Ia membersihkan kaki suaminya, menyerahkan minuman dengan khidmat, dan menuntunnya dengan mesra masuk ke kemah.
Sebelum pergi, Al-Ashma'i bertanya, "Engkau muda, cantik, dan setia Kombinasi yang jarang sekali terjadi. Mengapa engkau korbankan dirimu untuk melayani lelaki tua yang berakhlak buruk".
Jawaban perempuan itu mengejutkan Al-Ashma'i,"Rasulullah bersabda, agama itu terdiri dari dua bagian: syukur dan sabar." Aku bersyukur karena Allah telah menganugerahkan kepadaku kemudaan, kecantikan, dan perlindungan. Ia membimbingku untuk berakhlak baik. Aku telah melaksanakan setengah agamaku.
Karena itu, aku ingin melengkapi agamaku dengan setengahnya lagi, yakni bersabar."

Empat bidang kesabaran
Kesabaran bisa melahirkan keajaiban. Salah satunya tergambar dalam kisah di atas.
Dengan kesabaran, wanita cantik tadi mampu berbakti kepada suaminya yang berakhlak buruk. Sesuatu yang terkadang sulit dicerna oleh rasio.
Tidak diragukan lagi, kesabaran adalah satu pilar penting dalam pernikahan setelah lurusnya niat. Langgeng tidaknya sebuah pernikahan sangat ditentukan oleh seberapa jauh tingkat kesabaran yang dimiliki suami istri.
Makin banyak bekal kesabaran yang dimiliki, maka akan makin kokoh pula bangunan pernikahan yang dijalani. Tapi makin sedikit kesabaran yang dimiliki,maka makin besar pula kemungkinan hancurnya sebuah pernikahan.
Demikian pentingnya sabar dalam pernikahan, ada orang mengatakan, "Bila sebelum nikah kesabaran kita hanya satu, maka setelah nikah kesabaran kita harus seratus"
Pertanyaannya, kesabaran seperti apa yang harus kita miliki
dalam menjalani pernikahan?
Ada empat macam bidang kesabaran.
Pertama, sabar menghadapi kekurangan pasangan.
Pernikahan adalah kesimpulan terakhir setelah seseorang mempertimbangkan semua kekurangan dan kelebihan pasangan. Tidak pada tempatnya bila setelah menikah seorang suami mengeluhkan kekurangan yang ada pada istrinya. Demikian pula sebaliknya. Masing-masing harus menerima kekurangan atau kelebihan pasangannya dengan penuh kesabaran. Pernikahan adalah sarana untuk saling melengkapi, bukan untuk saling mengalahkan (QS An-Nisa <4>: 1).
Salah satu hakikat sabar dalam pernikahan adalah menghilangkan keluh kesah pada saat tidak enaknya menghadapi segala kekurangan. Tidak ada keluh kesah selain pada Allah SWT. Karena itu, Rasulullah SAW mengingatkan bahwa siapa saja yang menikah karena ketampanan atau kecantikan, maka satu saat rupa tersebut akan menghinakannya.
Kecantikan dan ketampanan itu temporer sifatnya, tidak langgeng.
Ketika belum menikah, pasangan kita begitu cantik, tapi setelah punya anak maka kecantikan itu akan semakin menurun untuk kemudian hilang sama sekali setelah tua. Tanpa adanya kesabaran, sebuah rumahtangga tidak akan bertahan lama.
Kedua, sabar menghadapi godaan.
Rumahtangga itu laksana perahu. Untuk mencapai pula kebahagiaan di syurga, perahu itu harus berlayar mengarungi luasnya samudera masalah.
Indahnya pernikahan analog dengan indahnya pantai.
Namun jangan lupa, siapa saja siapa yang bertolak dari pantai untuk menyeberangi lautan,maka ia akan menemukan ganasnya ombak. Siapa saja yang tidak membawa bekal dan persiapan yang matang,tidak mustahil bahtera rumahtangganya akan karam ditelan gelombang.
Nikah adalah ikatan yang teramat suci lagi kuat, mitsaqan ghalidza,sehingga jangan dinodai dengan saling menyakiti.
Dalam Alquran, kata mitsaqan ghalidza dipakai untuk menyebutkan ikatan antara Allah dengan rasul-Nya. Tidak akan pernah sukses seorang suami yang sering menyakiti istrinya. Walau awalnya bergelimang harta, sukses dalam karier, tapi pada suatu saat ia akan menemui kehancuran.
Begitu pula seorang istri yang tidak taat dan selalu menyakiti suaminya, hidupnya tidak akan berkah dan bahagia.
Karena itu, suami istri harus punya komitmen untuk saling setia. Inilah hakikat mitsaqan ghalidza.
Sehingga, menjaga tali pernikahan agar tetap kokoh adalah jihad akbar. Arasy' tidak akan berguncang saat seseorang meninggalkan shaum wajib, tidak akan berguncang saat seseorang lalai dalam shalat, namun ia akan berguncang tatkala sepasangan suami istri memutuskan untuk bercerai.
Pernikahan itu menandai bersatunya darah daging suami dan istri.
Karena sudah bersatu, maka tidak mungkin lagi ada rahasia. Syurga bisa terbuka karena pernikahan, dan neraka pun bisa terbuka lebar karena pernikahan.
Orang yang menyayangi istri atau suaminya, mereka akan disayangi Yang Maha Penyayang. Rasulullah SAW bersabda, "Orang-orang yang kasih sayang (al-rahimun) akan dikasihsayangi oleh yang Mahakasih Sayang (Al-Rahman).
Karena itu kasih sayangilah manusia dibumi maka Dia yang di langit akan kasih-sayang kepadamu".
Ketiga, sabar menghadapi kekurangan dan keterbatasan rezeki.
Berapa pun rezeki yang kita dapat, kita harus mampu mensyukurinya. Dengan syukur
itulah Allah akan menolong rumahtangga kita dan melipatgandakan rezeki yang kita dapatkan.
Allah SWT berfirman, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,dan jika kamu mengingkari(nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih(QS Ibrahim <14>: 7).

Keempat, sabar menghadapi keluarga dari pihak suami atau istri. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW mengungkapkan bahwa pernikahan itu mengawali bertemunya dua keluarga besar.
Karena pertemuan dua keluarga, maka yang nikah bukan aku, tapi kami. Berkaitan dengan hal ini, Imam Syafi'i menganjurkan agar orangtua memilihkan jodoh untuk anaknya, dengan catatan anaknya harus saling mencintai.
Siapa pun yang akan menikah, maka ia harus siap punya ayah dua dan ibu dua.
Ia pun harus siap menghormati mertua sebagaimana menghormati kedua orangtuanya.
Sabar adalah sebuah keniscayaan.
Karena itu, dalam QS Az-Zumar ayat 10, Allah SWT menjanjikan pahala luar bisa bagi orang yang sabar, Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. Wallahu a'lam.

Disalin dari "Rumah Cinta"

Belajar Pada Pohon

Suatu hari saya mendapat cerita dari seorang sahabat dekat. Dia tinggal di kota lain di sebuah negeri empat musim. Jangan pernah tanya siapa, karena dia tidak mau disebut-sebut namanya. Ini cerita tentang pergulatan batinnya dalam mengenal Tuhan. Mungkin ada pelajaran yang bisa kita ambil.

Dia punya seorang guru spiritual yang juga masih muda, namun memiliki ilmu dan hikmah yang sangat dalam. Dia bertemu dengan gurunya, kira-kira sekali dalam sebulan. Setiap pertemuan berikutnya, sang guru selalu bertanya : bagaimana perkembangan dan pengalaman selama sebulan ini? Ada bahan apa yang bisa diambil hikmahnya sekarang? Selalu begitu.

Nah, terakhir sebelum berpisah lama dengan gurunya, dia juga sempat bertemu dan sang guru memberi tugas baru. Tugasnya adalah agar dia belajar menjadi manusia. Manusia dalam arti sebenarnya, yaitu manusia sebagai wakil Tuhan, sebagai khalifah di muka bumi. Dan untuk menjadi khalifah dia harus mengenal yang diwakilinya, mengenal Tuhannya. "Kenali sifat-sifat Tuhan. Jagalah hatimu, ucapanmu, dan akhlakmu sehingga mencerminkan sifat-sifat Tuhan. Tuhan Maha Suci, Maha Pengasih, Maha Penyayang... Tidak usah pusing-pusing memikirkan caranya, cukup jalani saja hidupmu apa adanya. Tidak usah banyak meminta. Nanti kau akan menemukan sendiri."

Alkisah, sahabat saya ini harus pergi ke negara lain karena urusan pekerjaan. Sebelumnya dia memulai investasi, bisnis. Teman-temannya sudah sukses, dan dia lihat sendiri buktinya. Ada sedikit uang, beberapa belas juta, dia investasikan. Kemudian dia berniat untuk menambah investasi. Dalam hatinya, jika investasi sukses, dia bisa mencapai kebebasan finansial, sehingga bisa beramal dan membantu orang lain dengan lebih banyak.

Dia memohon petunjuk dulu kepada Allah. Apakah diperbolehkan investasi ini. Jika boleh, mohon dimudahkan. Jika tidak, mohon dijauhkan. Ternyata proposalnya ke bank disetujui, dengan jaminan mobil hasil usahanya selama ini. Investasi pun bertambah. Lalu dia berangkat.

Namun tidak lama setelah dia bekerja di kota baru, datang kabar buruk kalau bisnis yang diikutinya kolaps. Dia kaget, dan mulai khawatir. Dia ingat hal-hal yang diajarkan oleh gurunya. Lalu dia berdzikir dan berdoa. Maklum hanya itu yang bisa dia lakukan dari jauh. Tidak mungkin dia pulang dan menyelesaikannya. Dia mengadukan semua pada Tuhan, dan berharap semoga kondisi menjadi lebih baik. Rajin sekali dia berdoa, sehingga dia rasakan kenikmatan dalam hatinya yang jarang dirasakan sebelumnya. Hati yang terasa sejuk, seperti disiram es ketika berdzikir. Kekhawatirannya hilang, berubah menjadi syukur. Syukur karena diberi cobaan dan diberi kenikmatan iman dalam dzikirnya.

Beberapa hari kemudian berita baru datang. Kondisi tidak menjadi lebih baik, tetapi lebih buruk. Modal yang diinvestasikannya terancam tidak bisa kembali. Boro-boro untung, yang mungkin terjadi adalah kerugian. Dia yang tadinya sudah tenang, kembali menjadi khawatir. Kemudian dalam kesempatan dzikir setelah sholat, dia pun kembali memasrahkan diri kepada Tuhan. Dia yakin, pertolongan Tuhan sangat dekat. Di balik ujian, pasti ada kemudahan. Dia yakin, ujian ini tidak akan lama, dan pada akhirnya pasti Tuhan akan menyelamatkan investasinya.

Hari berikutnya, berita datang lagi, bahwa kondisi benar-benar semakin tidak bisa diharapkan. Hilangnya modal sudah di depan mata. Dia pun tidak bisa membohongi diri, kalau hatinya benar-benar khawatir dan putus asa. Belum pernah dia rasakan keputusasaan yang sedemikian dalam. Terbayang dalam pikirannya, bahwa di bulan-bulan selanjutnya dia harus membayar hutang ke bank puluhan juta, atas sesuatu yang dia tidak pernah rasakan manfaat dan keuntungannya. Dia tidak tahu dari mana bisa menulasi. Dia mulai berprasangka buruk kepada Tuhan. Dia merasa malas mengerjakan shalat dan dzikir, karena ternyata kenyataan yang terjadi lain dengan yang diyakininya.

(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu)dan hatimu naik menyesak sampai ketenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka.
Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.(Al Ahzab 10-11)


Bukankah sebelumnya aku sudah mohon petunjuk kepada-Mu ya Tuhan? Bukankah kesejukan dan ketenangan dalam diriku berasal dari-Mu ya Tuhan? Tapi kenapa jadi seperti ini? Dia menjadi ragu, apakah Tuhan masih akan menolongnya. Benar-benar kacau kondisi hati dan pikirannya saat itu.

Namun tidak lama, hanya kurang dari setengah jam dia merasakan seperti itu. Dia pun ingat yang diajarkan gurunya, "Segala rasa siksa, itu datangnya dari setan." Lalu ia pun sadar, bahwa setan dalam dirinya sedang mengelabuhi dan menutup hatinya. Mencoba agar dia berputus asa dan berpaling dari Tuhan. Melalui pikiran dan nafsu, setan menampilkan gambaran yang buruk-buruk tentang apa yang akan terjadi kemudian. Dan setan itu bukan siapa-siapa, tetapi bagian negatif dari keduanya, dari dirinya sendiri.

Dia pun berteriak kepada nafsu dan pikirannya, "Wahai nafsu dan pikiranku. Diam kau sekarang. Kalian mau diselamatkan atau tidak. Kalau mau, mari bersamaku berwudlu dan menghadap Tuhan." Keyakinannya kepada Tuhan tumbuh lagi.

Dalam dzikir dia bertanya kepada Tuhan tentang hikmah semua ini. Kesalahan apa yang telah dilakukannya. Apa yang dimaui Tuhan atas dirinya. "Jika kau hanya mau kenikmatan, dan menolak penderitaan, maka bukan sifat Tuhan yang kau pelihara dalam hatimu. Jika kau mau menjadi khalifah, menjadi wakilKu, maka kau harus mau menerima kedua-duanya dengan ikhlas." Sahabatku pun menangis di hadapan Tuhan. Menyesali kebodohan yang baru saja dia lakukan. Menyesali dirinya yang hampir-hampir masuk dalam golongan orang fasik, orang-orang yang berputus asa terhadap rahmat Allah. "Belum disebut beriman kamu, jika belum pernah diuji dan belum lulus ujian penderitaan." Tangisnya pun semakin dalam. Bukan kesedihan, tetapi rasa syukur yang dalam karena telah diuji oleh Tuhan. Diberi kesempatan untuk menjadi orang beriman. Ada harapan untuk masuk golongan orang beriman.

"Ya Tuhanku, dulu aku tiada, sekarang aku tumbuh dengan lengkap sempurna. Dulu aku tidak punya harta, lalu Engkau anugerahi aku, dan sekarang Kau ambil lagi milik-Mu. Kenapa aku sedih dan khawatir ya Tuhan, atas hilangnya sesuatu yang bukan milikku. Betapa bodohnya aku ini. Betapa aku lupa siapa aku ini. Sungguh jika Engkau tidak ingatkan aku dengan ujian ini, pasti aku termasuk orang yang lupa diri selamanya. Ampuni aku ya Tuhan, atas kebodohanku ini.."

Dalam tangis dan dzikirnya, dia membuka surat Alam Nasyrah. "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu. Dan Kami telah menghilangkan dari padamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmu lah hendaknya kamu berharap." Tiada terkira syukur nikmat yang dia rasakan. Nikmat iman dan kedekatan dengan Tuhan. Serasa seperti dalam pelukan kekasihnya. Teringat bagaimana kekhawatiran dalam hatinya dihilangkan, dan diganti dengan syukur. Terbayang saat-saat yang penuh beban kemudian menjadi seringan kapas.

Dan sahabatku pun menjadi tidak lagi peduli dengan kerugian, kehilangan, dan kegagalan. Semua dari Allah, dan sekarang kembali kepada-Nya lagi. Dia pun segera kembali bekerja, seolah tiada masalah yang terjadi. Dia teringat perintah Tuhan agar tidak banyak berangan-angan, khawatir, memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bakal terjadi, dan besarnya nilai kerugian yang dialami. Tidak ada waktu lagi untuk itu, yang ada adalah "mengerjakan dengan sungguh-sungguh urusan yang lain," yaitu pekerjaannya.

Beberapa hari kemudian berlalu dengan normal. Apapun berita tentang investasinya sudah tidak lagi menarik hatinya. Namun sebenarnya masalah masih ada. Utang tetap hutang, dan harus dibayar!

Suatu hari, datang berita lagi, setidaknya untuk saat itu modal dia benar-benar tidak bisa diharapkan kembali. Bisnis yang diikutinya sudah gulung tikar. Mereka yang mengurus bisnis tersebut sedang dalam penyelidikan polisi dan hukum. Dia pun teringat kembali, dari mana harus membayar hutangnya. Minggu depan sudah harus membayar cicilan. Kalau tidak bisa, akan dimasukkan daftar hitam oleh bank dan mobil disita. Dia memang sudah tidak peduli dengan modal yang hilang. Tetapi tetap saja jika tidak bisa melunasi hutang bank, akan timbul masalah.

Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. (Ali Imran 186)

Seperti biasa, sahabat saya yang menjadi rajin mendekatkan diri kepada Allah sejak ujian ini, merenung dengan hatinya dan berdzikir. Dia sudah ikhlas dan memasrahkan semua urusan kepada Tuhan. Dia sudah tidak pernah memohon agar diringankan atau dikembalikan modalnya. Dia yakin, semua memang sudah diatur oleh Allah untuknya. Kenapa kok malah meminta aneh-aneh yang mungkin di luar skenario Allah? Oleh karena itu, doanya hanyalah "agar diberi penerang dalam ujian ini, dan diberi akhir yang terbaik."

Dalam dzikirnya dia mendapat penjelasan. Ada beberapa kesalahan yang dia lakukan dalam bisnis itu. Pertama, adanya niatan dalam hati untuk "bebas finansial". Berharap memperoleh pendapatan pasif sehingga kecukupan secara materi dan tidak perlu lagi khawatir soal finansial. Ternyata, hal ini bisa menggelincirkan hatinya pada kemusyrikan yang lembut. Kemusyrikan yang ditimbulkan oleh harta. Bagi Tuhan, jika dia merasa tenang karena kecukupan materi atau "bebas finansial", maka itu sama saja dengan kemusyrikan. Sebab dia merasa tenang bukan karena Allah. Dia tenang karena sesuatu selain Allah. Belum saatnya bagi dia untuk mengalami "bebas finansial" ini, karena pasti akan terjerumus. Suatu saat jika sudah tiba waktunya, pasti akan dianugerahi oleh Allah kebebasan ini. Namun saat itu dia sudah siap, sehingga tidak tertipu oleh materi. Ujian ini untuk mempersiapkan dirinya.

Kedua, adanya keinginan untuk bisa membantu lebih banyak orang dengan banyaknya harta yang dia miliki nanti. Bukankah ini niat yang baik? Benar, tetapi ternyata keinginan ini bisa sangat menipu dengan halusnya. Ada kesalahan dalam keinginan tersebut, yaitu sesungguhnya bukan dia yang membantu manusia lain, tetapi Tuhan. Jika benar terjadi dia bisa membantu banyak orang, pasti dia akan tertipu oleh rasa dirinya, oleh pengakuan dirinya. Pengakuan bahwa "aku telah beramal sholeh dengan membantu banyak orang." Lalu muncul kepuasan dan kebanggaan spiritual yang tidak dia sadari.

Tidak seharusnya dia memiliki rasa seperti itu, karena semua harus dikembalikan kepada Tuhan. Dirinya dipakai oleh Tuhan untuk menolong orang lain, tetapi bukan dia yang menolong. Kesadaran ini harus tumbuh terlebih dahulu, sebelum dia benar-benar menolong orang lain nanti. Dan ujian ini yang mengajarinya. Mengajarkan makna "Bismillah", "Atas nama Allah", "dengan nama Allah". Artinya ketika dia membantu orang lain, saat itu dalam hatinya harus disadari bahwa yang membantu adalah Tuhan, bukan dirinya. Tuhan sedang menggunakan wadahnya untuk membantu orang lain. Dan tidak sepatutnya dia mengakui itu sebagai amal perbuatannya.


"Ya Tuhan, betapa Mulianya Engkau. Aku membeli ujian ini dengan modal yang tidak seberapa, dan itupun dari-Mu, harta milik-Mu. Namun manfaat yang kudapatkan sungguh tiada ternilai dengan apapun. Betapa bodoh jika aku masih menyesali hilangnya harta itu ya Tuhan." Demikian katanya lirih dalam hati.


Happy ending? Belum...


Hutang tetap hutang, dan harus dibayar. Dia pun harus kembali ke alam nyata. Harus tersadar lagi dari perenungan dan zikirnya, dan menghadapi bulan-bulan berikutnya dengan tekanan dan mungkin penderitaan. Apa yang telah dia dapatkan, sekali lagi, harus dibuktikan dengan kenyataan. "Ya Tuhan, ini adalah minggu-minggu yang berat bagiku. Seperti ditiup angin dan badai kencang. Aku sudah hampir tumbang, tapi Engkau selamatkan aku. Dan sekarang pun belum usai ujian ini ya Tuhan. Aku yakin Kau pasti menolong. Aku tidak minta apapun bahkan untuk kau ringankan beban ini. Engkau Maha Tahu akan kemampuanku dan keterbatasanku lebih dari pengetahuanku sendiri. Berilah aku petunjuk-Mu, agar aku tidak khawatir lagi menghadapi hari-hari di depanku dalan mengarungi ujian-Mu ini."

Lihatlah pohon di luar jendela itu. Bukankah kau beberapa minggu ini tertarik memperhatikannya? Kau sudah lihat pohon itu dulu berdaun lebat. Lalu datang musim gugur. Daunnya menjadi kuning, rapuh, kemudian berjatuhan ditiup angin kencang. Musim dingin sudah berlalu, dan sekarang musim semi. Kau lihat daunnya bersemi, dari hari ke hari semakin lebat, dan sekarang seluruh cabangnya telah hijau kembali.

Dari tahun ke tahun seperti itu. Sejak pohon itu kecil, hingga sekarang menjadi besar. Kau lihat, meskipun daunnya berjatuhan dan bersemi lagi, bukan berarti pohon itu semakin kecil. Tetapi semakin besar, semakin tinggi, semakin rindang.

Seperti itulah manusia yang beriman. Mereka tidak akan pernah lepas dari ujian, dari tiupan angin badai penderitaan. Karena itulah makanan bagi keimanannya agar tumbuh subur. Namun selalu "sesudah kesulitan itu ada kemudahan", selalu ada yang bersemi, selalu ada kebahagiaan baru. Seperti pohon yang makin tinggi, iman mereka pun semakin meningkat.

Kadang-kadang ada pohon yang tumbang karena badai dahsyat. Namun selama akar pohon itu masih masuk ke dalam tanah, sumber bahan kehidupan, pohon itu tidak akan mati. Daun dan dahannya akan selalu tumbuh. Oleh karena itu, tancapkan hatimu, akarmu, kepada Sumber Kehidupan, kepada Dzatullah. Maka kau akan selamat.

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara,di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.(Al A'raaf 205)

Pohon tidak pernah khawatir akan kehilangan daun untuk selamanya ketika daunnya berguguran. Apakah kamu tidak malu pada pohon itu? Belajarlah darinya.

By. Amal from Serambi de'Gromiest
Dicopy dari "Rumah Cinta"

ADAKAH YANG MENDOAKAN KITA

Dicopy dari "Rumah Cinta"

[moga jadi bahan renungan bersama]

Seorang pengusaha sukses jatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke. Sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU. Di saat orang-orang terlelap dalam mimpi malam, dalam dunia roh seorang malaikat menghampiri si pengusaha yang terbaring tak berdaya.
Malaikat memulai pembicaraan, 'Kalau dalam waktu 24 jam ada 50 orang berdoa buat kesembuhanmu, maka kau akan hidup. Dan sebaliknya jika dalam 24 jam jumlah yang aku tetapkan belum terpenuhi, itu artinya kau akan meninggal dunia!
'Kalau hanya mencari 50 orang, itu mah gampang .. . ' kata si pengusaha ini dengan yakinnya.
Setelah itu Malaikat pun pergi dan berjanji akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati.
Tepat pukul 23:00, Malaikat kembali mengunjunginya; dengan antusiasnya si pengusaha bertanya, 'Apakah besok pagi aku sudah pulih? Pastilah banyak yang berdoa buat aku, jumlah karyawan yang aku punya lebih dari 2000 orang, jadi kalau hanya mencari 50 orang yang berdoa pasti bukan persoalan yang sulit'.
Dengan lembut si Malaikat berkata, 'Anakku, aku sudah berkeliling mencari suara hati yang berdoa buatmu tapi sampai saat ini baru 3 orang yang berdoa buatmu, sementara waktumu tinggal 60 menit lagi. Rasanya mustahil kalau dalam waktu dekat ini ada 50 orang yang berdoa buat kesembuhanmu'.
Tanpa menunggu reaksi dari si pengusaha, si malaikat menunjukkan layar besar berupa TV siapa 3 orang yang berdoa buat kesembuhannya.
Di layar itu terlihat wajah duka dari sang istri, di sebelahnya ada 2 orang anak kecil, putra putrinya yang berdoa dengan khusuk dan tampak ada tetesan air mata di pipi mereka'.
Kata Malaikat, 'Aku akan memberitahukanmu, kenapa Tuhan rindu memberikanmu kesempatan kedua? Itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu'
Kembali terlihat dimana si istri sedang berdoa jam 2:00 subuh, 'Tuhan, aku tahu kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami atau ayah yang baik! Aku tahu dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tahu dia tidak jujur dalam bisnisnya, dan kalaupun dia memberikan sumbangan, itu hanya untuk popularitas saja untuk menutupi perbuatannya yang tidak benar dihadapan-Mu. Tapi Tuhan, tolong pandang anak-anak yang telah Engkau titipkan pada kami, mereka masih membutuhkan seorang ayah. Hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri.'
Dan setelah itu istrinya berhenti berkata-kata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya yang kelihatan tirus karena kurang istirahat'.
Melihat peristiwa itu, tanpa terasa, air mata mengalir di pipi pengusaha ini. Timbul penyesalan bahwa selama ini bahwa dia bukanlah suami yang baik.
Dan ayah yang menjadi contoh bagi anak-anaknya. Malam ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya.
Waktu terus bergulir, waktu yang dia miliki hanya 10 menit lagi, melihat waktu yang makin sempit semakin menangislah si pengusaha ini, penyesalan yang luar biasa. Tapi waktunya sudah terlambat ! Tidak mungkin dalam waktu 10 menit ada yang berdoa 47 orang !
Dengan setengah bergumam dia bertanya, 'Apakah diantara karyawanku, kerabatku, teman bisnisku, teman organisasiku tidak ada yang berdoa buatku?'
Jawab si Malaikat, ' Ada beberapa yang berdoa buatmu.Tapi mereka tidak Tulus.
Bahkan ada yang mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini. Itu semua karena selama ini kamu arogan, egois dan bukanlah atasan yang baik.
Bahkan kau tega memecat karyawan yang tidak bersalah'. Si pengusaha tertunduk lemah, dan pasrah kalau malam ini adalah malam yang terakhir buat dia.
Tapi dia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan si istri yang setia menjaganya sepanjang malam.
Air matanya tambah deras, ketika melihat anaknya yang sulung tertidur di kursi rumah sakit dan si istri yang kelihatan lelah juga tertidur di kursi sambil memangku si bungsu.
Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata, 'Anakku, Tuhan melihat air matamu dan penyesalanmu !!
Kau tidak jadi meninggal, karena ada 47 orang yang berdoa buatmu tepat jam 24:00'.
Dengan terheran-heran dan tidak percaya, si pengusaha bertanya siapakah yang 47 orang itu.
Sambil tersenyum si Malaikat menunjukkan suatu tempat yang pernah dia kunjungi bulan lalu.
Bukankah itu Panti Asuhan ? kata si pengusaha pelan.
'Benar wahai manusia, kau pernah memberi bantuan bagi mereka beberapa bulan yang lalu, walau aku tahu tujuanmu saat itu hanya untuk mencari popularitas saja dan untuk menarik perhatian pemerintah dan investor luar negeri’, 'Tadi pagi, salah seorang anak panti asuhan tersebut membaca di koran kalau seorang pengusaha terkena stroke dan sudah 7 hari di ICU.
Setelah melihat gambar di koran dan yakin kalau pria yang sedang koma adalah kamu, pria yang pernah menolong mereka dan akhirnya anak-anak panti asuhan sepakat berdoa buat kesembuhanmu. '

Doa sangat besar kuasanya. Tak jarang kita malas. Tidak punya waktu. Tidak terbeban untuk berdoa bagi orang lain.
Ketika kita mengingat seorang sahabat lama/keluarga, kita pikir itu hanya kebetulan saja padahal seharusnya kita berdoa bagi dia.
Mungkin saja pada saat kita mengingatnya dia dalam keadaan butuh dukungan doa dari orang-orang yang mengasihi dia.
Disaat kita berdoa bagi orang lain, kita akan mendapatkan kekuatan baru dan kita bisa melihat kemuliaan Tuhan dari peristiwa yang terjadi.
Hindarilah perbuatan menyakiti orang lain...
Sebaliknya perbanyaklah berdoa buat orang lain.
Karena pahlawan sejati, bukan dilihat dari kekuatan phisiknya,tapi dari kekuatan hatinya.
Katakan ini dengan pelan, 'Ya ALLAH saya mencintai-MU dan membutuhkan- MU, datang dan terangilah hati kami sekarang...! !!'.
[kiriman seorang sahabat, dg sedikit editan]

AKU KENCAN DENGAN WANITA LAIN

Dicopy dari "rumah cinta"

Judul : AKU KENCAN DENGAN WANITA LAIN

Setelah 21 tahun menikah, saya tiba-tiba menemukan cara baru dalam menyalakan api cinta kami. Demikian tulis seorang pria yang ingin berbagi pengalaman.

Beberapa waktu lalu istri saya mengusulkan agar saya berkencan dengan seorang perempuan lain, besok malam.
"Kamu akan mencintainya," kata istri.
"Apa-apaan sih," protes saya. "Mengapa kamu tidak ikut?"
"Itu acara kamu berdua dia," jawab istri.
Perempuan yang dimaksudnya adalah ibu saya yang telah menjanda selama 19 tahun belakangan ini. Saya jarang menemuinya karena kesibukan kerja dan mengurus tiga anak kami.
Malam itu saya telepon ibu, mengajaknya makan malam dan nonton film.
Berdua saja.
"Ada apa dengan istrimu?" kata ibu dari ujung telepon.
Ibu saya adalah tipe yang selalu curiga kalau menerima telepon di tengah malam atau undangan yang datangnya tiba-tiba. Bagi dia, itu pasti akan membawa berita buruk.
"Saya pikir, pasti akan menyenangkan kalau kita sekali-sekali ke luar berdua saja," jawab saya.
"Ibu mau sekali," jawabnya setelah terdiam beberapa lama. Aha, dia masih curiga.
Besok malam, sepulang kantor saya ke rumah ibu.
Dia terlihat agak senewen tapi berdandan resmi sekali. Ibu jelas telah menata rambutnya di salon, dan dia memakai gaunnya yang terbaik. Gaun yang dipakai pada pesta ulangtahun perkawinan yang terakhir ketika ayah masih hidup.
Ibu menyambut saya dengan senyum lebar.
"Saya bilang ke kawan-kawan tentang rencana kita ini. Mereka semua kaget dan merasa ikut senang seperti ibu sekarang," kata ibu seraya masuk mobil.
"Mereka bilang besok pagi ingin tahu ceritanya."
Kami pergi ke restoran yang agak mahal. Suasananya elegan, menyenangkan.
Ibu menggandeng lengan saya ketika memasuki ruangan, persis seperti First Lady.
Jalannya anggun.
Saya harus membacakan daftar menu karena ibu tak bisa lagi membacanya walau dengan kacamata tebal.
Ketika sedang membaca daftar itu, saya berhenti sejenak menengok ke ibu.
Dia sedang memandangi saya dengan senyum kasih.
"Dulu, ibu yang membacakan kamu daftar menu ketika kau masih kecil," katanya.
"Sekarang ibu santai saja. Giliran saya yang melayani ibu," jawab saya.Sambil makan, kami membincangkan banyak hal sehari-hari. Tidak ada topik yang istimewa tapi obrolan mengalir saja sampai-sampai kami terlambat untuk menonton film.
Mengantarnya pulang, di muka pintu ibu berkata, "Ibu mau pergi lagi dengan kamu, tapi lain kali ibu yang bayar." Saya setuju.
"Bagaimana kencanmu?" tanya istri saya di rumah.
"Sangat menyenangkan. Lebih dari yang saya duga. Tadinya tidak tahu mau ngomong apa."
Beberapa hari kemudian, ibu meninggal karena serangan jantung.
Begitu tiba-tiba kejadiannya, saya tidak sempat berbuat apa-apa untuk menolongnya.
Satu minggu berlalu, sepucuk surat tiba dari restoran tempat ibu dan saya makan malam. Surat itu dilampiri kopi tanda lunas. Ada selembar kertas diselipkan di situ, tertuliskan:
"Ibu sudah bayar makan malam kita karena rasanya tak mungkin kita makan bersama lagi. Walaupun begitu, ibu sudah bayarkan untuk dua orang,barangkali untuk kau dan istrimu. Anakku, besar sekali arti undanganmu malam itu."
Pada detik itulah saya mengerti apa pentingnya arti bahwa kita mengatakan kepada orang-orang yang kita sayangi mengenai perasaan kita itu.
Tidak ada hal yang lebih penting dalam hidup daripada Tuhan dan keluarga.
Berikan waktu Anda untuk mereka, jangan sampai terlambat untuk mengatakan 'nanti'

[Kiriman seorang sahabat]

19 November 2008

Yang aneh di Lapangan Dr. Murjani

Di Lapangan Dr. Murjani upaya pemerintah kota membuat tertib berlalu lintas jalan yang ada disekelilingnya dibuat satu arah. Apabila diperhatikan mungkin baru 60 % nya masyarakat kota Banjarbaru mentaati (patuh / bukan takut oleh aparat) aturan yang dibuat, 20 % patuh tapi karena takut akan petugas yang berjaga ada ditempat. 20 % Tidak taat karena tingkat kesadarannya yang tulalit.

Yang aneh lagi ada jalan (bagi masyarakat yang pernah tinggal/ atau bermukin saat ini mungkin apa yang saya gambarkan dalam tulisan ini mungkin bisa membayangkan) di depan kantor walikota jalan tersebut itu satu arah untuk semua kendaraan dari arah barat menuju arah timur. Sedang dari arah timur sampai dipojok lap murjani (jalan P. Batur belok kiri berputar mengelilingi lapangan murjani (itu akan indah apabila dipatuhi oleh semua warganya) kadang ada yang potong kompas melawan arus (baca rambu) sehingga sering mengakibatkan kecelakaan kecil (karena biasanya sepeda motor) yang meyerobot jalan tersebut. Tetapi pada hari tertentu (baca hari besar nasional) kadang pejabatpun (terutama yang menjadi Ispektur upacara) memberikan contoh yang tidak lazim tanda rambu itu dilanggar agar Inspektur tidak jauh berputar/ langsung sampai ke podium (tempat pemimpin upacara berdiri). Padahal rambu larangan itu tidak ada tulisan "kecuali PEJABAT/ INSPEKTUR UPACARA".
Kira-kira apabila PEJABAT/ INSPEKTUR UPACARA mengikuti aturan yang dibuat oleh bawahannya, saya pikir beliau tidak akan hilang kharismanya ataupun kehikmatan upacara tersebut.
Ini seolah-olah "jalan satu arah kecuali Pejabat"
Bagaimana !?

09 Oktober 2008

Puasa/ Ramadhan di Kota Banjarbaru

Mungkin yang saya tulis ini jauh dari “up to date” karena “mood” saat menulis sedang tidak ada. Seperti cerita bulan ramadhan di kota Banjarbaru ini.
Puasa lazimnya diawali dengan sahur, di Kota Banjarbaru yang dimana saya waktu kecil tinggal di Kota Bogor jauh berbeda. Entah sekarang mungkin sama. Waktu dulu di kota Bogor sahur diawali dengan sekelompok anak-anak yang berangkat remaja berkumpul di suatu tempat kemudian berkeliling kampung untuk membangunkan sahur dengan ciri khas membawa obor dan alat-alat seadanya untuk dijadikan alat bunyi-bunyian dengan diselingi teriakan sahur,… sahur,… dan akan terhenti sendirinya saat makan sahur tiba. Yang kadang saat berkeliling kampong akan ditemui ibu rumah tangga yang marah-marah karena anak bayinya terganggu oleh teriakan anak-anak remaja tersebut. Tetapi biasanya kami esok harinya bukan kapok untuk membangunkan warga tetapi kadang sengaja akan lebih lantang untuk meneriakan sahur di dekat rumah ibu yang marah tersebut. Saat ini itu mungkin tidak ada lagi kebiasaan seperti itu. Sekarang membangunkan sahur tidak lagi menggunakan alarm jam, tetapi alarm mobile phone (hp). Tidak lagi terdengar riangnya anak-anak dengan segala tabuhan bunyi-bunyian. Budaya tersebut hampir boleh dikatakan punah.
“Bagarakan Sahur” adalah salah satu kegiatan yang menjadi tradisi perlombaan antara remaja mesjid, kelurahan, instansi pemerintah bahkan diperlombakan antar kabupaten. Yang dilaksanakan oleh pemerintah kota Banjarbaru melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, sebenarnya adalah melestarikan kebudayaan dikampung seperti cerita saya di atas tadi. Saat ini hanya menjadi bagian kegiatan rutin tahunan. Dengan difasilitasi oleh pemerintah dan warga masyarakat bergotong royong menghias mobil/ kendaraan yang dijadikan sarana untuk lomba begarakan sahur dan tanglong
Mengenai tanglong itu sendiri sebenarnya mirip-mirip (meadopsi) dengan budaya cina “cap go meh”/ barongsai. Atau kalau budaya di Bali ada yang namanya Ogoh-ogoh (walaupun themanya lain.
Kalau “pasar wadai” memang agak sepesifik namanya walaupun di propinsi atau kota lain ada diluar kalsel tetapi tidak mempunyai tema yang khas apalagi di fasilitasi oleh pemerintak kotanya. Di Kota Banjarbaru hal ini menjadi agenda tahunan pada dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Photonya ada tapi masih di hp, mungkin nanti waktu mengedit akan saya tampilkan beberapa even di atas.

03 September 2008

Kemiskinan

Ketika orang-orang saat ini ramai-ramai menjual / menggadaikan kemiskinan. Saya jadi teringat ; Tidak seperti dahulu pada jaman orde lama memasuki orde baru dimana satu anak dikatakan anak miskin oleh temannya akan mengakibatkan perkelahian/ pertengkaran (padahal saat itu anak tersebut memang miskin secara materi) hal ini memang kondisi orang tuanya yang sebagai tenaga buruh kasar dan lain sebab. Untuk hal yang satu ini " anak orang miskin" pun akan terusik harga dirinya dan merasa terhina sehingga kalau perlu berkelahi bagi siapa yang mengata-ngatai miskin bagi yang bersangkutan dan keluarganya.

Beda dengan saat ini kemiskinan rupanya bukan menjadikan "kemaluan" lagi. Dimana orang-orang saat ini memiskinkan dirinya, baik sebenarnya cukup berada sekalipun. Dimana lurah pun kalau jaman dulu terhormat saat ini banyak yang miskin. Bayangkan saat ini orang berkelahi gara-gara tidak dimasukkan keluarga miskin, karena ujung-ujungnya apabila tidak dikatakan miskin tidak akan dapat BLT (Bantuan Langsung Tunai). Dan saat ini banyak lurah yang ikut menjarah Beras "RASKIN". Dan yang lucunya kalau dulu anak-anak yang berkelahi, saat ini orang tua yang berkelahi.

Tapi saat orang-orang di kota besar berebut untuk dikatakan miskin. Saya masih menemui seorang supir taxi "Blue bird" yang masih mempunyai naluri kemanusiaan yang rasional, dimana dia bercerita bahwa dirinya telah memarahi istrinya yang sibuk mencari kartu keluarga, dimana kartu keluarga tersebut akan didaftarkan kedalam keluarga miskin. Bahwa dirinya tersinggung dimana dirinya masih mampu untuk memnghidupi keluargannya, sedang istrinya menggadaikan harga dirinya untuk menggadaikan kemisikinan hanya untuk uang Rp.100.000,- . Nasehat suami kita tidak akan miskin gara-gara tidak diberi BLT dan kita tidak akan kaya gara-gara diberi BLT.

Mudah-mudahan ini semua menjadikan pelajaran bagi kita semua

12 Februari 2008

Banjarbaru go International

Sampai saai ini saya penasaran dengan orang-orang di republik ini, masa sama-sama tinggal di Indonesia, tidak tahu lokasi Kota Banjarbaru. Ada beberapa kemungkinan; yang bersangkutan memang wawasannya "low" atau pelajaran geografinya yang "low memory". Tapi dalam tata bahasa Indonesia, d/h. melayu banjar itu banyak artinya dan banyak letaknya di Nusantara ini, di P. Bali Istilah Banjar tidak asing bagi masyarakat sana, di Jawa Barat letak suatu daerah/ kampung dikatakan banjar (banjaran, banjar sari dan lain-lain) di dalam baris-berbaris ada istilah baris berbanjar