Terima Kasih

Terima kasih atas waktu luang anda membaca tulisan ini,... semoga ada manfaatnya....

Yang Mengikuti,....

11 Juni 2009

"Arti Sebuah Tanggung Jawab"

Suatu hari saya datang ke kantor shiyakusho (city hall) Kyoto untuk mengurus dokumen kependudukan. Dokumen tersebut diperlukan sebagai syarat administrasi sewa rumah di daerah Rokujizo.

Saya sangat terkesan saat berhadapan dengan petugas shiyakusho, yang notabene adalah pegawai pemerintah (PNS). Ketika itu, saya minta sertifikat kependudukan lima lembar untuk lima anggota keluarga saya, dia bilang "kenapa musti lima lembar? Ini kan bisa dijadikan satu saja".

Meski sebenarnya saya sudah diwanti-wanti oleh petugas kantor perumahan agar bawa lima lembar, namun akhirnya saya menuruti usul petugas shiyakusho tadi, karena itu lebih efisien, bayarnya hanya selembar saja yaitu 350 yen (Rp 40.000/lembar) , jauh lebih murah dibanding harus bayar untuk lima lembar sertifikat.

Sekembalinya ke kantor perumahan, ternyata mereka tidak mau menerima dokumen yang saya bawa, karena dokumennya tidak sesuai dengan yang mereka perlukan. Kemudian petugas perumahan tersebut meminta saya kembali lagi ke kantor shiyakusho.

Sesampainya di shiyakusho, petugasnya langsung menelpon kantor perumahan. Dalam pembicaraan yang sempat saya dengar, orang shiyakusho tersebut mendebat orang perumahan mengenai persyaratan yang memberatkan warganya. Dia bilang, "kalau bisa dijadikan satu kenapa harus lima?" Menariknya lagi, orang shiyakusho bilang bahwa dengan lima lembar, akan memboroskan uang konsumen.

Diakhir pembicaraan, akhirnya orang shiyakusho menang. Keputusannya adalah cukup satu lembar sertifikat saja dengan sedikit revisi. Setelah dicetak, petugas shiyakusho memberikan dokumen revisi tersebut tanpa harus bayar lagi. Saya bersyukur karena biaya yang dikeluarkan jadi berkurang.

Ada yang membuat kagum, ketika pamit dari kantor shiyakusho, petugasnya meminta maaf sambil membungkuk beberapa kali karena telah membuat saya dua kali datang ke kantor tesebut.

Sampai disitu saya tertegun. Ini pegawai shiyakusho sangat "luar biasa". Dia bisa saja menuruti kemauan dari orang perumahan dengan mencetak sertifikat lima lembar. Urusannya akan jadi cepat beres, tidak perlu menelpon, tidak perlu berdebat dan pemasukan buat kantor shiyakusho akan lebih banyak.

Itulah yang ada dibenak saya seandainya saya ada di posisi dia. Tapi di luar dugaan, ternyata dia tidak begitu, dia lebih memilih untuk membela kepentingan warganya sampai berhasil. Bagi dia, tanggung jawab sebagai pamong yaitu "pelayan masyarakat" harus dikedepankan dan ditunjukkan pada saat seperti itu.

Pembaca yang budiman,

Sulit rasanya menemukan orang yang seperti petugas shiyakusho tadi, di negeri kita yang tercinta. Sering kita jumpai, hal-hal yang harusnya gampang malah dipersulit, sehingga urusan tersebut menjadi panjang dan memakan biaya. Padahal rosululloh telah bersabda "permudahlah urusan orang jangan dipersulit!"

Hari itu saya mendapatkan pelajaran "arti sebuah tanggung jawab" dan bagaimana menjadi seorang pelayan masyarakat yang baik. Semoga kita bisa menjadi orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan tugas/amanah. Selebihnya, mudah-mudahan kita bisa membantu dan mempermudah urusan orang lain.
Amien.

Mohon maaf kalau tidak berkenan.

Kiriman dari : El by Lisman Suryanegara

Jawaban Sederhana Penuh Makna

Di suatu senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk ngurus tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan anak-anak yang sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai. Hujan rintik - rintik selalu menyertai di setiap sore di musim hujan ini. Di kala tangan sedikit berlumuran tanah kotor,...terdengar suara tek...tekk.. .tek...suara tukang bakso dorong lewat.

Sambil menyeka keringat..., ku hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok bakso setelah menanyakan anak - anak, siapa yang mau bakso ?
"Mauuuuuuuuu. ..", secara serempak dan kompak anak - anak menjawab.

Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya. ...
Ada satu hal yang menggelitik fikiranku selama ini ketika saya membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam kencleng. Lalu aku bertanya atas rasa penasaranku selama ini. "Man (kependekan dari Paman panggilan untuk tukang) kalo boleh tahu, kenapa uang - uang itu paman pisahkan ? Barangkali ada tujuan ?"

"Iya pak, Paman sudah memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang sudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja, Paman hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak Paman, mana yang menjadi hak Orang lain / tempat ibadah, dan mana yang menjadi hak cita - cita penyempurnaan iman ".

"Maksudnya.. .?", saya melanjutkan bertanya.

"Iya Pak, kan agama dan Tuhan menganjurkan kita agar bisa berbagi dengan sesama. Emang membagi 3, dengan pembagian sebagai berikut :
1. Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk memenuhi keperluan hidup sehari - hari paman dan keluarga.
2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi tukang bakso, paman selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun kambingnya yang ukuran sedang saja.
3. Uang yang masuk ke kencleng, karena paman ingin menyempurnakan agama yang paman pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu,untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar.
Maka Paman berdiskusi dengan istri dan istri menyetujui bahwa di setiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini, Paman harus menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji. Dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi Paman dan istri akan melaksanakan ibadah haji.

Hatiku sangat...sangat tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari si Paman tukang bakso tersebut, belum tentu memiliki fikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu. Dan seringkali berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki. Terus saya melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut :
"Iya memang bagus...,tapi kan ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang mampu, termasuk memiliki kemampuan dalam biaya....".

Iya menjawab, " Itulah sebabnya Pak. Paman justru malu kalau bicara soal mampu atau tidak mampu ini. Karena definisi mampu bukan hak pak RT atau pak RW, bukan hak pak Camat ataupun MUI. Definisi "mampu" adalah sebuah definisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri.
Kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalau kita definisikan diri sendiri, "mampu", maka insya Allah dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita".

"Masya Allah..., sebuah jawaban elegan dari seorang tukang bakso".

Sahabat....
Cerita ini sangat sederhana. Semoga memberi hikmah terbaik bagi kehidupan kita. Amin


Cerita Oleh : Dede Farhan Aulawi
Mudahan Saya sekeluaga pun menjadi orang yang "mampu" seperti paman bakso tersebut